Kewenangan Pemerintah dalam Pengendalian Pencemaran Lingkungan

 

Oleh: Haliza Khoirun Nisa
Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung

BuwanaNews Pencemaran lingkungan menjadi salah satu tantangan terbesar dalam menjaga keberlanjutan hidup manusia dan kelestarian alam. Dalam hal ini, pemerintah memiliki peran krusial sebagai pengatur kebijakan, pengawas pelaksanaan, sekaligus penegak hukum. Kewenangan ini telah diatur secara jelas dalam berbagai peraturan perundang-undangan, terutama Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).

 

UU tersebut memberikan mandat kepada pemerintah pusat dan daerah untuk mengendalikan pencemaran secara sistematis dan terpadu. Pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa pemerintah pusat berwenang menetapkan arah kebijakan nasional, standar mutu lingkungan, serta norma dan pedoman pengelolaan lingkungan hidup. Sementara itu, pemerintah daerah bertugas menjalankan kebijakan tersebut sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan wilayahnya. Kerja sama lintas sektor dan lintas wilayah menjadi kunci dalam efektivitas pengendalian pencemaran.

 

Tidak hanya membuat regulasi, pemerintah juga dituntut untuk aktif mengawasi pelaku usaha dan kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan. Pasal 15 UUPPLH mewajibkan pemerintah melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran. Pemerintah juga memiliki kewenangan untuk menerbitkan izin lingkungan, melakukan pemantauan kualitas lingkungan hidup, serta memberikan sanksi administratif, perdata, maupun pidana apabila terjadi pelanggaran.

 

Kewenangan teknis dalam pengendalian pencemaran lebih lanjut diatur melalui sejumlah peraturan pemerintah. Misalnya, PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air memberikan hak kepada pemerintah pusat untuk menetapkan baku mutu air dan batas pencemaran yang diperbolehkan. Pemerintah daerah bertanggung jawab mengawasi pembuangan limbah di sungai dan perairan di wilayahnya, serta memberikan sanksi terhadap pelanggaran yang terjadi.

 

Sementara itu, dalam pengendalian pencemaran udara, PP Nomor 41 Tahun 1999 memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat untuk menetapkan standar mutu udara ambien dan emisi gas buang, baik dari kendaraan bermotor maupun industri besar. Pemerintah daerah berperan melakukan pengawasan langsung di lapangan serta menindak pelanggaran secara administratif.

 

Namun demikian, implementasi kewenangan ini di lapangan tidak selalu berjalan mulus. Masalah koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, tumpang tindih kewenangan, serta terbatasnya sumber daya pengawasan sering kali menjadi hambatan utama. Akibatnya, banyak kasus pencemaran yang luput dari penegakan hukum atau tidak ditindaklanjuti secara maksimal.

 

Meskipun tantangan tersebut nyata, peran aktif pemerintah tetap sangat dibutuhkan. Penegakan hukum yang konsisten dan tegas dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku pencemaran. Pemerintah juga perlu mendorong penggunaan teknologi ramah lingkungan dalam industri, sebagai bagian dari upaya preventif jangka panjang.

 

Semua upaya ini sejalan dengan amanat Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, serta berhak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

 

Dengan dasar hukum yang kuat dan keseriusan pemerintah dalam menjalankan perannya, pengendalian pencemaran lingkungan di Indonesia dapat diarahkan menuju tata kelola lingkungan yang adil, berkelanjutan, dan berpihak pada kepentingan rakyat banyak. Kolaborasi antarlembaga, partisipasi publik, serta komitmen dunia usaha akan menjadi fondasi penting dalam mewujudkan lingkungan yang lestari demi generasi mendatang.

Writer: Tim Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *